Ruh berasal dari alam arwah dan memerintah dan menggunakan jasad sebagai alatnya. Sedangkan jasad berasal dari alam ciptaan, yang dijadikan dari unsur materi. Tetapi para ahli sufi membedakan ruh dan jiwa. Ruh berasal dari tabiat Ilahi dan cenderung kembali ke asal semula.

Senin, 10 Desember 2007

Memahami Hakikat Substansial Manusia: Jiwa, Raga dan Ruh

Tidak ada komentar
Setiap manusia selalu ingin sukses dalam menjalani hidupnya. Kesuksesan tersebut dapat dicapai jika manusia mampu mengenali, menggali (eksplorasi) dan memanfaatkan (eksploitasi) segenap potensi yang ada dalam dirinya.
Hakikatnya dalam setiap diri manusia terdiri dari tiga bagian utama yang terpadu yaitu jiwa (sukma), jasmani (raga) dan nyawa (ruh).
Banyak orang yang memberikan batasan yang sama terhadap ruh dan jiwa. Padahal kedua hal tersebut adalah sesuatu yang berbeda hakikat.
Jika kita ibaratkan dengan sebuah mesin komputer, jasmani adalah perangkat kerasnya (hardware) dan jiwa adalah perangkat lunaknya (software). Sedangkan ruh adalah energi listrik yang dialirkan ke dalam perangkat-perangkat tersebut sehingga dapat berfungsi dengan baik.
Dengan tersusunnya manusia atas tiga substansi utama tersebut maka wajarlah jika Islam kemudian memberikan bimbingan yang terkait dengan masing-masing bagian tersebut.

Untuk hal-hal yang terkait dengan jasmani/ragawi diberikan bimbingan melalui Rukun Islam yang keseluruhan bagiannya banyak melibatkan aktivitas fisik.
Sedangkan Rukun Iman membimbing manusia untuk hal-hal yang terkait dengan aktivitas mental/jiwa seseorang.
Kemudian keseluruhan hal tersebut dipadukan dan dilebur melalui ihsan yang merupakan ruh dari segenap inti kehidupan manusia.
Maka untuk mencapai derajat manusia yang paripurna diperlukan pelatihan yang berkesinambungan dari mulai pengkondisian fisik supaya dapat memberikan dampak pada mental dengan dihidupkan oleh aspek kesadaran ruhaniyah yang memadukan keseluruhan bagian diri manusia.
Derajat manusia tertinggi yang di dalam Islam dikenal sebagai kaum mukhlish. Para mukhlish ini sudah mencapai derajat keikhlasan yang luar biasa hingga ego dalam dirinya sudah berubah kepada kesatuan ruhaniyahnya dengan Sang Ilah.
Atau dengan kata lain mereka sudah tidak lagi memiliki ego dalam dirinya. Bagi mereka apapun yang terkait dengan Sang Maha Pencipta adalah ego mereka, bukan diri mereka sendiri lagi.
Namun untuk mencapai kondisi mental seperti itu dilalui melalui jalan yang panjang. Dimulai dari menjadi seorang Muslim kemudian menjadi seorang muttaqien (yang bertakwa) hingga mencapai tingkat mukmin (yang beriman) sampai meraih kemampuan lepas dari segala hal termasuk dirinya sendiri kecuali Alloh SWT yang sebagai seorang mukhlish.
Orang yang berhasil dan sukses dalam hidupnya adalah kelompok mukhlish ini. Bagi mereka dunia adalah persinggahan untuk mengumpulkan bekal bagi perjalanan abadi di akhirat nanti.
Bagi mereka dunia sudah tergenggam demikian mudahnya sehingga tidak lagi menjadi hal menarik yang harus dikejar dan dikuasai. Peleburan dirinya secara utuh dengan Sang Maha Pemelihara adalah misi hidupnya.
Sekalipun dianugerahi kekayaan yang melimpah, derajat kedudukan yang tinggi dan mulia di hadapan manusia lainnya, ilmu yang beraneka serta kejayaan di segala aspek kehidupan maka bagi mereka hal-hal tersebut harus ditebarkan sebagai rahmat bagi sekitarnya.
Sehingga sangatlah penting untuk memiliki kekayaan yang melimpah karena kita tidak bisa memberikan sedekah bagi kaum miskin dengan kata-kata, kita harus memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan sehingga tentunya kita harus memiliki ilmu serta wawasan mendalam yang terus-menerus diperbarui sebagai upaya mencapainya.
Hidup mulia dan mati syahid hanya bisa dicapai dengan kesejajaran ilmu, iman dan amal yang terus-menerus ditingkatkan kualitas serta kapasitasnya secara konsisten.

Tidak ada komentar :