Ruh berasal dari alam arwah dan memerintah dan menggunakan jasad sebagai alatnya. Sedangkan jasad berasal dari alam ciptaan, yang dijadikan dari unsur materi. Tetapi para ahli sufi membedakan ruh dan jiwa. Ruh berasal dari tabiat Ilahi dan cenderung kembali ke asal semula.

Kamis, 20 Desember 2007

Rumi, Jalan Damai Menuju Cinta

Tidak ada komentar
Jalaluddin Rumi, siapa yang tak kenal ulama besar, pujangga, dan filsuf yang sosoknya dikagumi tidak hanya oleh kaum Muslimin tapi juga non-Muslim. Matsawi, salah satu karyanya, banyak menginspirasi para sastrawan dunia.

Tahun 2007 ditetapkan UNESCO (United Nations Educational Scientific and Cultural Organization) sebagai 'Tahun Rumi' untuk menandai 800 tahun kelahiran pujangga dan filsuf besar, Syekh Maulana Jalaluddin Rumi.

Ia adalah salah seorang figur spiritual dan keilmuan Muslim asal Persia yang populer dengan karya-karyanya yang bernuansa cinta, kemanusiaan, dan perdamaian.
Untuk mengenang 800 tahun kelahirannya, Jumat (31/8) di Jakarta digelar pagelaran yang menampilkan puisi dan tarian kerohanian karya penyair sufi dan filsuf besar yang telah menorehkan puluhan ribu lirik ini. Melalui tulisan-tulisannya, Rumi menyampaikan bahwa kehidupan hanya mungkin dipahami lewat cinta kasih, dan Sang Ilahi adalah satu-satunya tujuan.
Pemikiran-pemikiran Jalaluddin Rumi tersohor dari Iran, Afghanistan, hingga ke dunia Barat. Pencinta sastra pun mengakui kemahsyuran pujangga abad ke-13 itu. "Ia menjadi rujukan yang sangat penting," kata sastrawan Taufik Ismail. Maka tak heran jika buah pikirannya yang menyejukkan itu akan terus dikupas dalam pagelaran Festival Rumi di beberapa tempat di Jakarta hingga akhir tahun.
Pemikiran Rumi adalah abadi. “Ajarannya menekankan toleransi, berpikir positif, ketuhanan, kemanusiaan, dan kepedulian yang tak terbatas atas nama cinta,” kata Prof Dr Mulyadi Kertanegara, dosen pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rumi, yang lahir pada 30 September 1207 di Balkh, daerah Afghanistan, dan wafat pada 17 Desember 1273 di Konya, Turki, ini meninggalkan warisan pemikiran spiritual yang banyak menginspirasi umat Islam. Tari Sufi /(Sema), yang merupakan paduan warna tradisi, sejarah, kepercayaan, dan budaya Turki, adalah salah satu inspirasi yang ia tinggalkan.
Menurut Prof Zaki Saritoprak, pakar dan pemerhati pemikiran Jalaluddin Rumi dari Monash University, Australia, Rumi berpandangan bahwa kondisi dasar semua yang ada di dunia berputar. Tidak ada satu benda dan makhluk pun yang tidak berputar. “Keadaan ini dikarenakan perputaran elektron, proton, dan netron dalam atom yang merupakan partikel terkecil penyusun semua benda atau makhluk."
Dalam pemikiran Rumi, lanjut Saritoprak, perputaran partikel tersebut sama halnya dengan perputaran jalan hidup manusia dan perputaran bumi. “Manusia mengalami perputaran, dari tidak ada, menjadi ada, untuk kemudian kembali menjadi tiada,” ujar Saritoprak.
Manusia yang memiliki akal dan kecerdasan, membuatnya berbeda dan lebih utama dari ciptaan Allah lainnya. Tarian Sema yang didominasi gerakan berputar-putar, kata Saritoprak, mengajak akal untuk menyatu dengan perputaran keseluruhan ciptaan. Prosesi Sema menggambarkan perjalanan spiritual manusia dengan menggunakan akal dan cinta dalam menggapai 'kesempurnaan'. Itu sebabnya, gerak berputar menjadi ciri Tari Sufi yang dikembangkan Rumi.
Sementara itu Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr Komaruddin Hidayat, mengutarakan hal yang lebih penting dari simbolisasi tari Sema adalah nilai-nilai cinta dan kedamaian yang diajarkan Rumi melalui tariannya. “Kesempurnaan manusia, dalam pemikiran Rumi, bisa digapai dengan meraih kebenaran yang didukung dengan menumbuhkan cinta dan mengesampingkan ego dalam perjalanan spiritual seseorang," jelasnya.
Manusia yang telah mencapai kematangan tersebut, lanjut Komaruddin, siap untuk melayani seluruh ciptaan, seluruh makhluk, tanpa membedakan kepercayaan, ras, derajat, dan asal bangsa. Pesan cinta dan kedamaian inilah yang sesungguhnya ingin disebarkan Rumi melalui simbolisasi tari Sema-nya.
Menurutnya, wajah cinta dan kedamaian yang diajarkan Rumi sebenarnya merupakan perwujudan nyata atas nilai-nilai Islam yang diajarkan Rasulullah SAW. Jadi tidak benar jika ada yang beranggapan kalau wajah Islam itu adalah wajah teroris yang penuh dengan kekerasan. Karena Islam sesungguhnya sangat dekat dengan kedamaian dan cinta, seperti yang ditunjukkan Rumi melalui tarian Sema.
Layaknya Jamaluddin al-Afghani yang dulunya diusir dari tanah kelahirannya, tidak disukai oleh beberapa penguasa di zamannya, dan harus rela hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain, namun setelah meninggal di Turki, lantas orang Afghan mengelu-elukanya sebagai orang Afghan, Jalaluddin Rumi pun mengalami hal demikian. Setelah meninggal dunia, di Turki, identitas Rumi terus diperebutkan oleh orang-orang Persia dan Turki. Karena memang Rumi lahir dan berasal dari daratan Persia, serta banyak menulis puisi dalam bahasa Persia, namun meninggal dunia dengan mewariskan nama harum, banyak karya dan pengaruh besar di Turki. Namun, Rumi tetaplah sang pujangga dan filsuf besar, figur spiritual dan aset kaum Muslimin yang abadi. sofyan badrie/beragam sumber


Matsnawi dan Darwisy

Jalaluddin Rumi memiliki keistimewaan dalam menceritakan perjalanan ruhaniah seorang sufi dengan puisi-puisinya. Ini ia tuturkan dalam salah satu karyanya yang paling terkenal, yaitu Matsnawi, buku enam jilid. Dalam buku ini Rumi menulis puisi-puisinya dalam bentuk cerita. Saat menuliskannya, Rumi terinspirasi oleh tulisan Fariduddin Al-Athâr dalam Manthiq ath-Thayr yang begitu indah menceritakan perjalanan ruhani dengan analogi cerita serombongan burung.
Nicholson, pemikir Barat spesialis pemerhati karya-karya Rumi menilai, dalam kumpulan Matsnawi terkumpul nasihat ruhaniah, humor, ironi, sarkasme, dan metafora-metafora yang sangat tinggi. Ada seorang sufi perempuan dari Barat yang kebingungan ketika membaca karya besar ini untuk pertama kalinya. Ia merasa karya tersebut tidak sistematis, dan ia pun gagal menangkap isi buku penting ini. Tapi setelah mengulang-ulang bacaannya sambil mengikuti riyâdhah-riyâdhah tasawuf, ia pun mulai memahaminya.
Disebut Matsnawi karena satu bait dalam buku itu ada yang berjumlah dua baris. Dan kini buku itu menjadi satu perbendaharaan yang luar biasa bagi sumber hikmah.
Dalam dunia komunitas, Rumi juga begitu kuat memiliki pengaruh dan banyak memiliki pengikut. Pakar komunikasi Jalaluddin Rakhmat menilai, Rumi yang lebih dikenal sebagai Maulana, berhasil mendirikan sebuah tarekat populer yang jejaknya masih bisa diikuti hingga kini.
Komunitas itu adalah Darwisy, istilah bagi pengikut tarekat Rumi yang biasa melakukan riyâdhah-riyâdhah dengan membaca puisi-puisi dan menari berputar-putar. Mereka mampu melakukannya selama berjam-jam tanpa lelah, dengan melakukan putaran layaknya gerakan alam semesta, atau seperti gerakan orang berthawaf.
Roy Julius Tobing, ahli koreografi, juga pernah terpesona dengan keindahan mistik tarian kelompok yang biasanya mengadakan perhelatan dan eksebisi setahun sekali di Kota Konya, Turki ini. Saat menontonnya, hati Roy merasa seperti termasuki sebuah sinar ruhaniah. Maka ketika pulang, ia pun menjadi Muslim. sofyan

Tidak ada komentar :